Basa basi adalah budaya Indonesia. banyak generasi milenial
tidak tau cara basi basi yang benar. Mereka memilih hidup yang lebih sat set,
das des, was wus. Namun karena telah menjadi warisan leluhur dan sebagai anak
bangsa yang berbudaya mau tidak mau harus melestarikannya. Tidak hanya sebagai
bentuk cinta tanah air, melestarikan basa basi sebagai budaya Indonesia adalah
tuntutan agar tidak dikucilkan di kehidupan bermasyarakat. Apabila nekat menentang
dampaknya tidak main-main. Anggapan tidak sopan akan dilekatkan oleh masyarakat,
persona anda akan menjadi buruk, tidak diirik sebagai calon mantu idaman
kecuali anda PNS dan berdampat sulit jodoh. Dan efek samping lebih jauh tidak
hanya dikucilkan masyarakat tetapi jauh dengan Tuhan. Lah wong karena frustasi
ga dapet jodoh terus memilih jalan
pintas dengan mendalami ilmu pelet. Kan musrik.
Eh satu lagi masalah luar biasa yang diakibatkan malas basa
basi. karena menghidari ilmu hitam dan teguh pendirian di jalan Tuhan anda
akhirnya harus menerima nasib seumur hidup menjombo. Tidak maslah kalo yang
jomblo hanya anda. Tapi kalo banyak orang yang mengalami bisa jadi peradapan
manusia musnah karena tidak terjadi perkawinan.
Saya termasuk orang yang sulit basa-basi. Bagi saya basa-basi
adalah kegiatan membuang waktu dan membohongi diri sendiri. Karena takut saya
tidak normal saya menanyakan ke beberapa teman seumuran ternyata ketidakmampuan
basa-basi juga menjadi permasalahan bagi teman-teman saya. Alhamdulilla lega,
saya masih normal.
Karena efek yang begitu luar biasa akibat malas basa-basi. Basa
basi harus tetap dilakukan sebagai bentuk bertahan hidup dan meneruskan
peradaban. Sering kali saya ditegur oleh ibu saya karena kurang lihai
berbasa-basi. Seperti harus bertanya kabar tamu orang tua saya. Padahal apapun
jawaban mereka itu tidak penting untuk saya. Dan sudah ketebak pasti jawabannya
adalah “kabar baik”. Berkata sudah kenyang atau sudah makan kalo ditawari
makan, padahal sebenarnya lapar. Menawarkan untuk mampir kerumah kepada orang
yang bertemu di jalan padalahal seorang introvert yang tidak suka kalo ada yang
bertamu ke rumah. Dan lagi banyak alasan kenapa harus berbasa basi, mau tidak
mau untuk menjaga nama baik saya dan keluarga, saya melakukannya.
Setelah sekuat tenaga mengerahkan segenap jiwa raga dan
pikiran ternyata basa-basi adalah cara yang efektif untuk pencitraan di hadapan
generasi tua. Namun permaslahan lain justru datang dari generasi anda. Generasi
yang memposisikan diri mereka sebagai kaum toleran dan kaum open mainded ini
akan mengucilkan anda.
Ketika diusia 25 keatas kita ketemu orang baru, basa-basi
yang dilakukan adalah bertanya seputar sudah menikan belum, sudah punya anak
berapa tinggal dimana dll. Pertanyaan itu dianggap kurang etis karena itu
adalah urusan privasi mereka.
Adalagi Ketika acara reuni dan basa-basi tentang pekerjaan.
Itu dianggap sebagai ajang pamer pencapaian.
Lantas kalo kita tidak bioleh basa-basi tentang privasi sesuatu
hal seng melekat dengan diri kita, terus mau ngobrol apa?
harga kripto? Prospek beli suatu saham? Atau kondisi bangsa
yang carut marut? Apakah seperti itu basa-basi kaum milenial?
Akan terkesan sangat aneh dan kaku kalo kita membahas hal-hal
tersebut.
Misal kita bertemu orang baru, untuk untuk basa-basi kita langsung
membahas membahas harga pertalite yang naik, ditengah kondisi masyarakat yang
masih sulit untuk bangkit. Lawan bisara kita adalah kaum sat set yang ngomong
langsung ke intinya dan menaggapi “kalo kamu bukan ahlinya jangan menjadi sok
ahli. Hati hati kamu pertanyaan itu bisa jadi profokasi menentang kebijakan pemerintah,
atau kamu ada datanya kalau ekonomi kita masih sulit bangkit? Kalau tidak ada
data dan ternyara salah, kamu bisa menyebarkan berita hoax lewat mulut ke
mulut. Tolong hati-hati ya.”
Lah kalo udah begini kan bingung ya. Tambah blunder. Memang
menjadi kaum milenial itu rumit dan penuh over tingking. Di posisi manapun
selalu salah. Karena yang selalu benar dan punya pembelaan adalah perem puan.